Isu Indonesia Bubar 2030 Dan Kekejian Media Spin Anti Prabowo
Isu Indonesia Bubar 2030 Dan Kekejian Media Spin Anti Prabowo. Isu penyataan Prabowo tentang “Indonesia Bubar 2030” masih terus
bergulir. Berita-berita spin yang terus menerus menyudutkan prabowo dan
menciptakan kesalahpahaman atas materi pernyataan prabowo dikeluhkan
oleh banyak pihak. Kekejian media yang terus menerus melakukan spin
tanpa mencoba memahami kontekstual sebenarnya terhadap pernyataan
tersebut dianggap pembodohan massal hanya demi menjatuhkan nama besar
prabowo.
Salah satu yang pihak yang mengeluhkan massifnya kondisi tersebut adalah ken-ken pemilik akun Zeng Wei Jian. Berikut kritikannya atas perilaku media yang tidak lagi memegang etika dan netralitas dalam pemberitaan.
Prabowo’s haters ngga bisa bedakan genre Science fiction dan pseudoscience. Mereka korban spin doctors. Mereka samakan novel “Ghost Fleet” dengan buku tafsir mimpi.
Syahdan, mereka keliru. Faktanya, Novel fiksi seringkali punya pengaruh. Selain Uncle’s Tom Cabin, ada sederet judul novel ngetop. Sebut saja “Max Havelaar”, “1984”, “To Kill a Mocking Bird”, atau “Romance of The Three Kingdoms”.
Bagi akademia, scholar dan ahli sospol, buku-buku tersebut mesti dibaca. Sekali pun genrenya novel.
Nah, gerombolan Prabowo’s haters nyinyir dan merasa cerdas dengan mengolok Novel “Ghost Fleet”.
Sekali pun fiksi, ia novel serius. Pernah jadi bahan analisa dan debat di Pentagon. Para jenderal, admiral, komandan intel, ahli-ahli strategi dan pertahanan serius membahas novel ini. Sebuah report menyebutnya sebagai “A Novel About War With China Strikes a Chord at the Pentagon”.
Tapi, Alas bagi kecebong, buku ini ditertawakan. Dikasi tau, mereka ngeyel.
Benar kata Michel de Montaigne, “Stubborn and ardent clinging to one’s opinion is the best proof of stupidity”.
Nyatanya, mereka berkali-kali serang Prabowo dan finally ketauan ngaco. Tapi ngga pernah kapok. Kali ini pun begitu. “The difference between stupidity and genius is that genius has its limits,” kata Albert Einstein.
Karya Science fiction seringkali memprediksi scientific dan technological progress. Cerita “Star Trek” karya Arthur C. Clarke menginspirasi banyak temuan gadget modern.
Ada pula karya yang berfungsi sebagai “warning” seperti konsekuensi negatif. Misalnya, “The Time Machine” karya H.G. Wells.
Hanya Cebong yang melecehkan fiksi. Di Universitas DePauw, RD Mullen menerbitkan jurnal ilmiah bernama Science Fiction Studies (SFS) pada tahun 1973. Sebelumnya, jurnal-jurnal ilmiah sejenis sudah terbit. Extrapolation (1959) dan The International Review of Science Fiction (1972).
Bila Novel Ghost Fleet mengindikasikan Indonesia sudah lenyap di tahun 2030, maka mungkin itu disebabkan fenomena cebong-booming dan endemik Prabowo’s haters. Solusinya ya berantas virus kebodohan itu.
Dan itu tugas berat bagi mereka yang menginginkan Indonesia tetap ada dan berjaya di tahun 2030.
THE END
Salah satu yang pihak yang mengeluhkan massifnya kondisi tersebut adalah ken-ken pemilik akun Zeng Wei Jian. Berikut kritikannya atas perilaku media yang tidak lagi memegang etika dan netralitas dalam pemberitaan.
Prabowo’s haters ngga bisa bedakan genre Science fiction dan pseudoscience. Mereka korban spin doctors. Mereka samakan novel “Ghost Fleet” dengan buku tafsir mimpi.
Syahdan, mereka keliru. Faktanya, Novel fiksi seringkali punya pengaruh. Selain Uncle’s Tom Cabin, ada sederet judul novel ngetop. Sebut saja “Max Havelaar”, “1984”, “To Kill a Mocking Bird”, atau “Romance of The Three Kingdoms”.
Bagi akademia, scholar dan ahli sospol, buku-buku tersebut mesti dibaca. Sekali pun genrenya novel.
Nah, gerombolan Prabowo’s haters nyinyir dan merasa cerdas dengan mengolok Novel “Ghost Fleet”.
Sekali pun fiksi, ia novel serius. Pernah jadi bahan analisa dan debat di Pentagon. Para jenderal, admiral, komandan intel, ahli-ahli strategi dan pertahanan serius membahas novel ini. Sebuah report menyebutnya sebagai “A Novel About War With China Strikes a Chord at the Pentagon”.
Tapi, Alas bagi kecebong, buku ini ditertawakan. Dikasi tau, mereka ngeyel.
Benar kata Michel de Montaigne, “Stubborn and ardent clinging to one’s opinion is the best proof of stupidity”.
Nyatanya, mereka berkali-kali serang Prabowo dan finally ketauan ngaco. Tapi ngga pernah kapok. Kali ini pun begitu. “The difference between stupidity and genius is that genius has its limits,” kata Albert Einstein.
Karya Science fiction seringkali memprediksi scientific dan technological progress. Cerita “Star Trek” karya Arthur C. Clarke menginspirasi banyak temuan gadget modern.
Ada pula karya yang berfungsi sebagai “warning” seperti konsekuensi negatif. Misalnya, “The Time Machine” karya H.G. Wells.
Hanya Cebong yang melecehkan fiksi. Di Universitas DePauw, RD Mullen menerbitkan jurnal ilmiah bernama Science Fiction Studies (SFS) pada tahun 1973. Sebelumnya, jurnal-jurnal ilmiah sejenis sudah terbit. Extrapolation (1959) dan The International Review of Science Fiction (1972).
Bila Novel Ghost Fleet mengindikasikan Indonesia sudah lenyap di tahun 2030, maka mungkin itu disebabkan fenomena cebong-booming dan endemik Prabowo’s haters. Solusinya ya berantas virus kebodohan itu.
Dan itu tugas berat bagi mereka yang menginginkan Indonesia tetap ada dan berjaya di tahun 2030.
THE END
Comments
Post a Comment